Sunday, October 22, 2017

Anak Perempuan Seharusnya Dekat dengan Siapa?

ayah nulis, pendidikan karakter, parenting


Tulisan ini tidak hanya terpaku pada pembahasan anak perempuan saja.

Jika dipanjangkan, judul dari tulisan ini sebenarnya, “Anak laki-laki seharusnya dekat dengan siapa, dan anak perempuan seharusnya dekat dengan siapa”.

Pada postingan ini akan dijelaskan apa itu fitrah seksualitas,

dan bagaimana membentuknya pada anak-anak kita.

***

Pada artikel tentang membangun karakter buah hati ini, saya pernah menuliskan bahwa seorang anak yang memiliki kedekatan dengan sang ayah, memiliki dampak positif yang lebih besar daripada yang tidak. (Dr. Kyle Pruett, penulis buku tentang parenting).

Kecenderungan memiliki emosi yang stabil bisa didapatkan dengan interaksi yang kuat dengan sosok ayah.

Pernyataan Dr. Kyle Pruett ini sebenarnya tidak ada yang salah.

Hanya saja jika tidak dijelaskan secara lebih detil akan terjadi kesalah-pahaman.

Kita tentu menyadari bahwa anak laki-laki dan anak perempuan memiliki karakter yang berbeda satu sama lain.

Sedangkan di dalam pendidikan anak-anak tidak hanya sosok sang ayah yang “bekerja”.

Figur sang ibu pun diperlukan untuk tumbuh kembang anak-anak.

Karenanya,

akan ada tahapan-tahapan usia yang berbeda bagi anak laki-laki dan anak perempuan untuk lebih dekat kepada siapa.


Fitrah Seksualitas


Menurut Elly Risman, seorang psikolog sekaligus pakar parenting,

fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seorang anak berpikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya.

Sebagai lelaki sejati, atau sebagai seorang perempuan sejati.

Berbeda dengan pendidikan seks,

pengenalan tentang fitrah seksualitas ini harus dimulai sejak bayi lahir.

Pada prosesnya nanti, pendidikan fitrah seksualitas ini akan banyak bergantung pada kehadiran figur ayah dan figur ibu.

Banyak riset dilakukan berkaitan dengan hal ini,

bahwa anak-anak yang masa kecilnya kehilangan figur orangtuanya bisanya mengalami banyak masalah kejiwaan,

seperti perasaan diasingkan, depresi, masalah sosial hingga seksualitas.

Elly Risman dalam salah satu tulisannya menjelaskan bahwa ada tahapan-tahapan usia yang berbeda dalam hal kedekatan anak dengan orangtuanya.

Tahapan-tahapan usia tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:


Usia 0-2 tahun: Tahap Menyusui


Karena pada dua tahun pertama ini adalah masa-masa menyusui,

maka pada tahap ini anak-anak, baik laki-laki atau perempuan akan lebih dekat kepada ibunya.


Usia 2-7 tahun: Tahap Pengenalan


Pada tahapan kedua ini, baik anak laki-laki ataupun anak perempuan harus dekat dengan ayah dan ibunya.

Tujuannya adalah agar pada diri anak tercipta keseimbangan antara emosional dan rasional.

Pada tahap ini anak-anak harus sudah bisa memastikan identitas seksualnya.

Mereka sudah harus bisa mengatakan, “Saya laki-laki” atau “Saya perempuan”.

Hal ini bisa terjadi dengan kedekatan anak dengan sosok ayah dan ibu secara bersamaan.

Sehingga anak-anak sudah bisa membedakan mana laki-laki dan mana perempuan,

serta menempatkan cara bicara, cara berpakaian, berpikir dan bertindak sesuai dengan identitas seksualnya.

Lebih lanjut, Elly Risman mengatakan bahwa

kegagalan anak-anak dalam memastikan jenis gendernya pada tahap ini,

maka potensi penyimpangan seksual sebenarnya sudah mulai terjadi.


Usia 7-10 tahun: Tahap Tanggung Jawab


Pada masa-masa ini, anak-anak sudah mulai diperkenalkan perintah shalat

dan mulai tumbuh rasa tanggung jawab.

Maka pada tahapan ini sosok ayah harus lebih kuat kedekatannya dengan anak laki-laki.

Dan sosok ibu harus lebih dekat dengan anak perempuan.

Selalu mengajak anak-anak untuk shalat berjama’ah di masjid,

berkomunikasi secara apa adanya dan bermain akrab dengan mereka,

adalah hal-hal yang bisa dilakukan sang ayah untuk pembelajaran dalam bersikap dan bersosial.

Pada tahapan ini biarkan anak laki-laki kita memahami figur ke-lelakian dan peran ke-ayahan yang nantinya akan mereka duplikasi dalam kehidupan sosial mereka.

Maka seorang ayah harus menjadi ayah yang super hebat,

sehingga sang ayah akan diingat anak sebagai laki-laki pertama yang menjadi idolanya.

Pada fase ini ayah berkesempatan untuk menjelaskan hal-hal penting pada diri seorang laki-laki.

Misalnya tentang mimpi basah, mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang laki-laki.

Sedangkan kedekatan anak perempuan dengan ibunya akan membentuk jiwa ke-perempuanannya dan ke-ibuannya.

Seorang ibu harus menjelaskan tentang haid, konsekuensi adanya rahim dan indung telur yang siap dibuahi bagi perempuan.

Seorang ibu juga wajib menjadi sosok ibu yang sakti,

Sehingga sang ibu akan dilihat anak sebagai perempuan pertama yang menjadi panutannya.


Usia 10-14 tahun: Tahap Kritikal


Pada tahap ini anak-anak mulai mencapai puncak fitrah seksualitas.

Dengan kata lain, ini adalah masa transisi mereka menuju dewasa.

Ketertarikan – baik secara birahi maupun empati - terhadap lawan jenis akan muncul pada tahapan ini.

Maka Islam memerintahkan untuk memisahkan kamar anak laki-laki dan anak perempuan.

Sedangkan pada pendidikan fitrah seksualitas,

anak laki-laki harus didekatkan kepada ibunya, dan anak perempuan harus didekatkan kepada ayahnya.

Kenapa?

Ketertarikan terhadap lawan jenis secara birahi, harus diimbangi dengan ketertarikan secara empati.

Seorang laki-laki harus bisa memperhatikan, memahami dan memperlakukan sosok perempuan,
dari sudut pandang perempuan.

Bukan dari sudut pandang dirinya.

Maka gurunya haruslah seorang perempuan yang ideal, yang terhebat dan yang terdekat.

Yaitu ibunya.

Dari ibunya, anak laki-laki akan belajar memahami perasaan dan sikap perempuan.

Jika anak laki-laki tidak dekat dengan ibunya pada tahap ini,

maka ia akan menjadi lelaki yang kurang kedewasaannya, suami yang kasar dan egois,

dan sebagainya.

Sedangkan anak perempuan pada fase ini didekatkan dengan sang ayah.

Agar ia memahami bagaimana seorang laki-laki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan,

dengan kacamata laki-laki.

Jika anak perempuan tidak dekat dengan ayahnya di tahapan ini,

maka ia berpotensi menyerahkan dirinya kepada sosok lain yang dianggapnya bisa menggantikan figur ayah yang hilang.

Pendidikan fitrah seksual yang berhasil

akan membentuk anak laki-laki kita menjadi seorang laki-laki sejati

dan anak perempuan kita menjadi seorang perempuan sejati.

Pri617

Author & Editor

Bukan seorang ayah yang sempurna. Hanya berusaha mewariskan sifat baik dan sikap positif untuk anak-anak kami.

0 komentar:

Post a Comment